Bingung Akan Tujuan Hidup
Pasti kamu pernah ngerasain bingungnya mencari tujuan hidup. Apa yang mesti dilakukan saat hidup ini? Mau jadi apa di kemudian hari? Dan banyak pertanyaan lagi yang timbul mengenai tujuan hidup ini.
Sehingga, nggak heran banyak dari kita,terkhusus para gen-z, yang berlomba-lomba mencari yang namanya "passion" untuk dijadikan tujuan hidup kita. Dan hal itu juga terjadi sama kamu bukan?
Namun, di samping permasalahan tujuan hidup yang sering kita resahkan, kebanyakan dari kita lupa dengan identitas kita. Ya.. seorang muslim. Kita lupa bahwasanya kita itu sudah memiliki misi dan tujuan utama kita selama hidup kita sebagai seorang muslim.
Allah Taala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku."
(Adz Dzariyat ayat 56)
Dan inilah yang menjadi masalah besar bagi kita. Kita mengesampingkan tujuan utama kita, yaitu beribadah, demi menggapai cita-cita dunia kita. Kita bekerja sampai melalaikan shalat. Atau shalat yang kita lakukan tidak khusyuk karena memikirkan pekerjaan kita.
Kita lupa bahwasanya hakikat bekerja adalah agar kita bisa bertahan hidup dan mengerjakan tujuan utama kita di dunia ini, yaitu beribadah kepada Allah. Lalu apa makna dari status muslim kita? Apakah Islam sebatas status semata?
Terus gimana sih yang seharusnya?
Mengatur Prioritas Hidup
Menurut kacamata Islam, dalam hidup ini kita tidak terlepas dari salah satu di antara 2 hal; sibuk dengan perkara dunia atau sibuk dengan perkara akhirat. Namun, karena dunia dikelilingi dengan hal-hal yang bersifat nyata dan menggiurkan, kebanyakan dari kita akan cenderung lebih condong untuk sibuk dengan perkara dunia.
Begitupun sebaliknya, karena perkara akhirat dikelilingi dengan hal-hal yang ghaib (tidak nyata) bagi kita, kita cenderung mengesampingkan dan menghiraukan kehidupan akhirat ini.
Padahal kita sudah tahu, bahwasannya kehidupan yang sebenarnya, kehidupan yang abadi adalah kehidupan di akhirat nanti. Dan inilah yang menjadi masalah bagi kita. Ini merupakan tanda tipisnya dan kurangnya keimanan kita.
Maka kita harus memperhatikan kembali prioritas hidup kita. Kita tinjau lagi, hal apakah yang harus kita prioritaskan, apa kita harus memprioritaskan dunia atau memprioritaskan akhirat?
Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, ia mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.
"Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”
(Hadits Riwayat Imam Ahmad)
Dari hadits di atas, bisa kita pahami bahwasanya jikalau kita menjadikan kesibukan dunia sebagai prioritas utama hidup kita dan mengesampingkan urusan akhirat maka Allah akan menjadikan urusan kita itu berantakan dan serba sulit. Dan Allah juga akan meliputi kehidupan kita dengan kegelisahan, seperti takut miskin, dan hati kita selalu merasa tidak cukup dengan apa yang Allah telah berikan kepada kita.
Maka begitupun sebaliknya, ketika kita memprioritaskan akhirat dengan kita beriman dan bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memudahkan seluruh urusan yang kita hadapi di dunia ini.
Ini sebagaimana yang Allah Taala firmankan:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا ﴿٢﴾ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia (Allah) akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia (Allah) memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya...” (Surat Ath-Thalaq ayat 2-3)
Selain itu, ketika kita memprioritaskan kehidupan dunia maka kita akan cenderung cinta dengan dunia ini. Dan para ulama terdahulu berpendapat bahwasanya cinta dunia merupakan induk dari segala kesalahan (dosa) dan merusak agama.
Dan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah juga berkata,
مُـحِبُّ الدُّنْيَا لَا يَنْفَكُّ مِنْ ثَلَاثٍ : هَمٌّ لَازِمٌ ، وَتَعَبٌ دَائِمٌ ، وَحَسْرَةٌ لَا تَنْـقَضِـى
“Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal: (1) Kesedihan (kegelisahan) yang terus-menerus, (2) Kecapekan (keletihan) yang berkelanjutan, dan (3) Kerugian yang tidak pernah berhenti.”
(Ighatsatul Lahafan)
Maka dari itu, hal yang seharusnya kita prioritaskan dalam hidup kita adalah dengan menyibukkan diri kita untuk kehidupan akhirat kita. Bahkan ini merupakan perintah Allah Taala. Allah Taala berfirman melalui lisan rasul-Nya dalam hadits Qudsi :
يَا ابْنَ آدَمَ ! تَـفَـرَّغْ لِـعِـبَـادَتِـيْ أَمْـلَأْ صَدْرَكَ غِـنًـى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ ، وَإِنْ لَـمْ تَفْعَلْ مَلَأْتُ يَدَيْكَ شُغْلًا وَلَـمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ
‘Wahai anak Adam! Luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan (kecukupan) dan Aku tutup kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan tutup kefakiranmu.’”
(Hadits Riwayat Imam Ahmad)
Bukan Berarti Meniggalkan Kesibukan Dunia Seluruhnya
Setelah kita tahu, "mana dulu sih yang harus kita prioritaskan?", yaitu bahwa kita harus lebih memprioritaskan akhirat dibandingkan dengan dunia, biasanya akan timbul miskonsepsi, bahwa kita harus meninggalkan kesibukan dunia ini secara keseluruhan.
Allah Taala berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ..
"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah.."
Pada ayat tersebut Allah memberi perintah kepada kita untuk tetap bekerja dan melakukan usaha di dunia ini. Dan inilah hakikat tawakkal. Selain kita menyerahkan seluruh urusan kita kepada Allah, ada aspek yang harus kita penuhi juga, yaitu usaha.
Hal ini sebagaimana yang Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam sabdakan mengenai tawakkalnya seekor burung:
ﻟَﻮْ ﺃَﻧَّﻜُﻢْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﻮَﻛَّﻠُﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺣَﻖَّ ﺗَﻮَﻛُّﻠِﻪِ ﻟَﺮُﺯِﻗْﺘُﻢْ ﻛَﻤَﺎ ﻳُﺮْﺯَﻕُ ﺍﻟﻄَّﻴْﺮُ ﺗَﻐْﺪُﻭ ﺧِﻤَﺎﺻًﺎ ﻭَﺗَﺮُﻭﺡُ ﺑِﻄَﺎﻧًﺎ
“Seandainya kalian sungguh-sungguh bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung yang pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang“
(Hadits Riwayat Tirmidzi)
Yang perlu kita garis bawahi adalah bahwasanya burung tersebut tidaklah berdiam diri di sarangnya sampai ada makanan yang datang kepadanya, tapi burung tersebut tetap pergi dan berusaha untuk mencari makanannya itu.
Maka sebagai seorang muslim, seharusnya kita bisa menyeimbangkan antara kehidupan dunia kita dan mempersiapkan untuk kehidupan akhirat kita. Dan tidak lupa untuk senantiasa tawakkal, yaitu menyerahkan urusan kita kepada Allah yang disertai dengan usaha kita.
Wallahu a’lam.